Perangi Covid-19 Perlu Gotong Royong Berbasis Komunitas
Coronavirus Disease atau Covid-19 berakselerasi dengan cepat bahkan telah berdampak negatif di bidang ekonomi dan sosial. Sementara regulasi lockdown belum diterapkan Pemerintah. Karena itu, dibutuhkan segera gotong royong berbasis komunitas perangi Covid-19.
Ketua Umum Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia, Mohammad Zahri mengungkapkan, perlunya gotong royong berbasis komunitas dengan segera. Hal ini, menurutnya bersifat darurat, mengingat lonjakan pandemi bukan hanya tinggi, tapi telah mempengaruhi bidang ekonomi dan sosial.
Yang dimaksud berbasis komunitas, menurutnya, menggerakkan semua lapisan masyarakat secara bahu membahu, tolong menolong atau bekerja sama melawan pandemi dengan berbagai kekuatan komunitas yang ada, tanpa terkecuali di lingkungan terkecil seperti RT atau RW.
“Ini darurat. Kita butuh segera gotong royong berbasis komunitas di tingkat RT atau RW. Lonjakan pandemi telah mempengaruhi bidang ekonomi dan sosial. Sementara regulasi dan kebijakan lockdown belum diterapkan,” kata Mohammad Zahri dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Ia menambahkan, komunitas yang ada di seluruh lapisan masyarakat harus bergotong-royong dengan sukarela, saling membantu satu sama lain. Bisa dengan membantu pengadaan alat kesehatan, Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis, hand sanitizer, masker, vitamin, dan sebagainya.
“Bisa juga membantu dalam hal pengadaan sembako, meskipun hanya menyediakan satu nasi bungkus bagi saudara-saudara kita yang terkena dampak korona. Ini bisa digerakkan oleh komunitas-komunitas yang ada di masyarakat sesuai dengan kapasitas dan keahliannya masing. Saya sangat bersyukur jika yang memiliki kelebihan harta bisa membantu yang masih kurang," ungkap Zahri.
Zahri menjelaskan, gotong royong berbasis komunitas adalah skala kecil. Skala kecil, menurutnya, lebih mudah dikendalikan, lebih saling mengenal satu sama lain, dan lebih mudah membangunnya.
“Indonesia bisa mengatasi ancaman virus ini manakala kita tetap menjaga, disiplin, dengan semangat gotong royong yang merupakan nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.
Ia mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi melawan pandemi berbasis komunitas. Dan ini, menurutnya, dilakukan tidak hanya di pusat melainkan juga menyentuh tingkat provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, kelurahan, desa, bahkan sampai RT dan RW.
“Gotong royong merupakan nilai-nilai Pancasila. Pemerintah perlu membangkitkan budaya gotong royong ini. Berilah contoh dan model, libatkan banyak komunitas terutama di lingkungan seperti ibu-ibu PKK atau karang taruna, bangun nilai-nilai kegotongroyongan dan kemanusiaan sehingga tercipta keadilan. Tentu bukan hanya rakyat kecil. Namun juga berbagai komunitas, seperti komunitas pengusaha, komunitas olahraga, komunitas pramuka, komunitas dokter, komunitas akuntan, komunitas pengacara, komunitas psikolog, komunitas guru, komunitas jurnalis, dan sebagainya,” tegasnya dengan optimis.
Menurut Zahri, darurat gotong royong ini dapat menyelesaikan problem kemanusiaan. Ia berharap, gotong royong berbasis komunitas ini menjadi satu langkah nyata menangani berbagai dampak akibat pandemi Corona.
Bidang garapannya, kata dia, pertama pencegahan Covid-19 dengan berbagai ikhtiar sesuai keahlian komunitas. Jika komunitas guru, maka bergerak memerangi pandemi dengan edukasi yang efektif kepada semua lapisan masyarakat, misalnya melalui media sosial. Para ulama bisa dengan memberikan nasihat keagamaan, untuk aparat tentu menegakkan kebijakan.
“Orang kaya menyediakan kebutuhan masker, hand sanitizer, sembako dan lain sebagainya. Begitu juga bagi komunitas lainnya, semua bergerak secara gotong royong. Bidang garapnya sesuai spesifikasi komunitas tersebut,” paparnya.
Kedua, kata Zahri, penangan kerawanan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga terdampak. Hal ini menjadi darurat karena mereka punya keluarga. Dampak pandemi Covid-19 mempengaruhi bidang ekonomi dan sosial masyarakat.
“Ketiga, kerawanan ekses sosial karena pekerja harian yang sepi, karyawan harian yang dirumahkan, termasuk biaya-biaya hidup rutin seperti pembayaran listrik, pembayaran PDAM, iuran RT, dan lain-lain,” tuturnya.
Sumber. republika.co.id
Ketua Umum Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia, Mohammad Zahri mengungkapkan, perlunya gotong royong berbasis komunitas dengan segera. Hal ini, menurutnya bersifat darurat, mengingat lonjakan pandemi bukan hanya tinggi, tapi telah mempengaruhi bidang ekonomi dan sosial.
Yang dimaksud berbasis komunitas, menurutnya, menggerakkan semua lapisan masyarakat secara bahu membahu, tolong menolong atau bekerja sama melawan pandemi dengan berbagai kekuatan komunitas yang ada, tanpa terkecuali di lingkungan terkecil seperti RT atau RW.
“Ini darurat. Kita butuh segera gotong royong berbasis komunitas di tingkat RT atau RW. Lonjakan pandemi telah mempengaruhi bidang ekonomi dan sosial. Sementara regulasi dan kebijakan lockdown belum diterapkan,” kata Mohammad Zahri dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Ia menambahkan, komunitas yang ada di seluruh lapisan masyarakat harus bergotong-royong dengan sukarela, saling membantu satu sama lain. Bisa dengan membantu pengadaan alat kesehatan, Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis, hand sanitizer, masker, vitamin, dan sebagainya.
“Bisa juga membantu dalam hal pengadaan sembako, meskipun hanya menyediakan satu nasi bungkus bagi saudara-saudara kita yang terkena dampak korona. Ini bisa digerakkan oleh komunitas-komunitas yang ada di masyarakat sesuai dengan kapasitas dan keahliannya masing. Saya sangat bersyukur jika yang memiliki kelebihan harta bisa membantu yang masih kurang," ungkap Zahri.
Zahri menjelaskan, gotong royong berbasis komunitas adalah skala kecil. Skala kecil, menurutnya, lebih mudah dikendalikan, lebih saling mengenal satu sama lain, dan lebih mudah membangunnya.
“Indonesia bisa mengatasi ancaman virus ini manakala kita tetap menjaga, disiplin, dengan semangat gotong royong yang merupakan nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.
Ia mengajak seluruh pihak untuk berkolaborasi melawan pandemi berbasis komunitas. Dan ini, menurutnya, dilakukan tidak hanya di pusat melainkan juga menyentuh tingkat provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, kelurahan, desa, bahkan sampai RT dan RW.
“Gotong royong merupakan nilai-nilai Pancasila. Pemerintah perlu membangkitkan budaya gotong royong ini. Berilah contoh dan model, libatkan banyak komunitas terutama di lingkungan seperti ibu-ibu PKK atau karang taruna, bangun nilai-nilai kegotongroyongan dan kemanusiaan sehingga tercipta keadilan. Tentu bukan hanya rakyat kecil. Namun juga berbagai komunitas, seperti komunitas pengusaha, komunitas olahraga, komunitas pramuka, komunitas dokter, komunitas akuntan, komunitas pengacara, komunitas psikolog, komunitas guru, komunitas jurnalis, dan sebagainya,” tegasnya dengan optimis.
Menurut Zahri, darurat gotong royong ini dapat menyelesaikan problem kemanusiaan. Ia berharap, gotong royong berbasis komunitas ini menjadi satu langkah nyata menangani berbagai dampak akibat pandemi Corona.
Bidang garapannya, kata dia, pertama pencegahan Covid-19 dengan berbagai ikhtiar sesuai keahlian komunitas. Jika komunitas guru, maka bergerak memerangi pandemi dengan edukasi yang efektif kepada semua lapisan masyarakat, misalnya melalui media sosial. Para ulama bisa dengan memberikan nasihat keagamaan, untuk aparat tentu menegakkan kebijakan.
“Orang kaya menyediakan kebutuhan masker, hand sanitizer, sembako dan lain sebagainya. Begitu juga bagi komunitas lainnya, semua bergerak secara gotong royong. Bidang garapnya sesuai spesifikasi komunitas tersebut,” paparnya.
Kedua, kata Zahri, penangan kerawanan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga terdampak. Hal ini menjadi darurat karena mereka punya keluarga. Dampak pandemi Covid-19 mempengaruhi bidang ekonomi dan sosial masyarakat.
“Ketiga, kerawanan ekses sosial karena pekerja harian yang sepi, karyawan harian yang dirumahkan, termasuk biaya-biaya hidup rutin seperti pembayaran listrik, pembayaran PDAM, iuran RT, dan lain-lain,” tuturnya.
Sumber. republika.co.id
Post a Comment